ARTIKEL BERITA

|

TOKEK



Tokek yang menggiurkan

akrab dengan tokek. Seperti kesibukan sehari-hari yang terlihat di rumah Pak Prabudi. Di tempat ini, binatang mirip cicak berukuran agak besar, diolah menjadi bahan makanan kering atau dendeng.

Bisnis pengolahan tokek ini, ternyata mendatangkan keuntungan menggiurkan. Saat bisnis ini pertama kali ditekuni masyarakat setempat, tingkat konsumsinya memang tidak terlalu besar. Sejak awal, dendeng tokek diproduksi memang bukan untuk konsumsi sehari-hari, namun untuk alternatif pengobatan. Waktu itu hanya untuk memenuhi pasar Jakarta. Pak Haji sendiri baru memulai bisnis ini tahun 1998, dan pesanan diperolehnya secara kebetulan.

Bisa dibilang menjalankan bisnis pengolahan dendeng tokek ini tidak butuh modal besar. Tokek dicari di lingkungan tempat tinggal mereka. Proses pengolahan tokek menjadi makanan kering, tak terlalu rumit.


Tokek-tokek yang telah dimatikan ini, tubuhnya dibelah dan seluruh isinya dikeluarkan.

Bagi yang tidak terbiasa bergaul dengan tokek, akan merasa geli. Kulit tubuhnya bersisik dan terdapat totol-totol berwarna ungu. Namun bagi kebanyakan masyarakat Gending Leces, menguliti tokek menjadi bagian dari pekerjaan sehari-hari.
Tokek yang telah bersih dan dibentuk mirip sayap ini, lalu dimasukkan ke dalam oven. Panas oven harus merata, agar tokek tidak mentah dan juga tidak terlalu matang. Tokek dipanggang dalam oven selama 2 hari dua malam dengan suhu 60 derajat celcius.
Tokek yang telah menjadi dendeng ini, siap dikemas.






Harga jualnya perekor 1500 rupiah. Untuk pasar dalam negeri, dendeng tokek dijual dalam keadaan tanpa kepala dan kaki. Sedangkan untuk pasar luar negeri, dikemas utuh berikut kepala dan kaki. Kemasan untuk ekspor memang harus diperlakukan ekstra hati-hati dan serapi mungkin.

Dendeng tokek dalam kemasan ini bisa tahan selama seminggu. Agar lebih awet, dapat disimpan di lemari pendingin. Untuk pasaran ekspor sedikitnya membutuhkan 60 ribu ekor tokek, sekali pengiriman. Kemasan-kemasan dendeng tokek ini selanjutnya diekspor ke sejumlah negara seperti Singapura,Taiwan, Cina, Hongkong, Jepang dan Korea.

Dendeng tokek bisa langsung dikonsumsi, tanpa harus diolah lagi. Bahkan masyarakat sekitar Gending Leces, biasa mengkonsumsi tokek dalam keadaan mentah. Tokek diyakini bisa menyembuhkan berbagai penyakit kulit mulai dari jerawat hingga eksim.
Selain bertani, masyarakat Gending Leces juga punya pekerjaan lain. Sebagai pemburu tokek. Ada yang sepenuhnya sebagai pemburu tokek, sebagian ada pula yang menjadikan pekerjaan berburu tokek sebagai pekerjaan sampingan sembari bertani.

Beginilah cara mereka berburu tokek. Biasanya terbagi dalam kelompok beranggotakan 8 hingga 10 orang. Perburuan tokek dimulai menjelang malam. Persiapannya tak terlalu rumit. Hanya berbekal lampu sorot, keranjang dan galah dengan pengkait diujungnya. Dengan bersepeda, mereka akan menempuh jarak puluhan kilometer.

Ada pula kelompok yang memilih berburu tokek dengan berjalan kaki. Dari desa ke desa. Dari hutan ke hutan dan mereka baru pulang saat subuh menjelang. Tokek, yang menjadi primadona bisnis di Probolinggo, sangat mudah didapat. Bahkan hampir diseluruh wilayah Indonesia, tokek bisa dijumpai. Tokek hidup dan berkembang biak di hutan jati, pemakaman dan rumah-rumah penduduk.Biasanya tokek akan berkeliaran pada malam hari, saat musim kemarau dan terang bulan. Namun disaat musim hujan, tak banyak tokek yang berkeliaran. Memang agak sulit mengenali tokek di kegelapan malam. Harus teliti dan waspada. Karena mendengar suara berisik sedikitpun, tokek akan kabur. Menangkapnya tak terlalu sulit, karena jika terpapar cahaya tokek tidak akan kabur. Meski begitu, harus tetap hati-hati. Binatang melata ini selain suka menggigit, ditenggarai juga memiliki racun dikepalanya, namun tak seganas bisa ular.
Suparman, Sumarto da anggota kelompok lainnya, malam itu cukup beruntung. Di lokasi pemakaman yang tak jauh dari tempat tinggal, mereka berhasil menangkap sedikitnya 20 ekor tokek per-orang. Namun disaat musim kemarau, masing-masing bisa menangkap minimal 50 ekor.

Tak selamanya berburu tokek di hutan jati, pemakaman atau rumah penduduk membawa keberuntungan. Para pemburu tokek ini pernah punya pengalaman pahit, disangka pencuri. Keesokan harinya, mereka menyetor tokek-tokek ini kerumah pengusaha dendeng tokek. Per-ekor dihargai Rp 1100. Dirumah Pak Haji Budi, tokek-tokek ini tak langsung diolah menjadi dendeng. Namun dipilah-pilah, jantan betina. Ukuran tubuhnya pun diperhatikan betul, agar memenuhi standar mutu. Berbeda dengan tokek jantan, anakan tokek betina akan dibiakkan lebih dulu hingga dewasa, dalam kandang penangkaran. Makanan mereka, belatung dan lalat. Butuh waktu 2 atau 3 bulan, tokek ini akan bertelur minimal 20 butir sekali bertelur. Setelah bertelur, tokek betina dewasa bisa langsung diolah.

Upaya penangkaran ini dilakukan Pak Haji, mengingat kebutuhan pasar ekspor kadang tidak dapat dipenuhi karena langkanya tokek. Dalam setahun, Pak Haji minimal 4 hingga 5 kali, masing-masing sebanyak 60 ribu ekor dendeng tokek.
Usaha penangkaran memang baru dijalankan Pak Haji setahun

belakangan ini, karena permintaan ekspor yang terus melonjak. Tampaknya perlu sentuhan tangan pemilik modal, siapa tahu sang
primadona bisnis masyarakat Gending Leces, Probolinggo, Jawa Timur ini, bisa berkembang pesat.



Posted by Bromo Telecenter on 01.38. Filed under , , , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

3 komentar for "TOKEK"

  1. saya membudidaya tokek saat ini..saya tidak tahu mau di jual kemana..
    apakah ada info pengepul tokek?

  2. Di klaten jateng banyak pengepul tokek. Kalau anda punya tokek 1 ons up,saya juga mau.

  3. Di klaten jateng banyak pengepul tokek. Kalau anda punya tokek berat 1 ons up saya mau beli.

Leave a reply

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added