ARTIKEL BERITA

|

Ketika Daya Beli menurun, Usaha Roti Handoko Berupaya Eksis

Persaingan bisnis roti dan kue basah kian menjamur. Apalagi, seiring penganan berbahan baku utama tepung terigu ini memang sudah tidak asing lagi di lidah masyarakat Indonesia. Bisa dikatakan, roti merupakan makanan yang hampir bisa memposisikan diri mengimbangi nasi sebagai santapan pokok.



Ini menjadi salah satu alasan kuat Roti Handoko semakin mudah di jumpai di setiap sudut Kota Probolinggo. Namun, untuk memulai bisnis pembuatan roti tidak gampang. Selain butuh modal cukup dan kerja keras, mengenal pasar dengan baik, bisa dikatakan kunci menerobos ketatnya persaingan industri makanan lokal. Apalagi ditambah kualitas produk dan harga yang terjangkau, menambah deretan kunci keberhasilan berkompetisi di industri ini.

Konsep ini coba diterapkan Handoko (43), pengusaha roti merek ”Handoko” sejak awal terjun ke bisnis produksi roti yang dirintis sejak tahun 2000. Handoko bersama istri, bisa dikatakan motor penggerak usaha pembuatan roti sehingga semakin melebarkan sayapnya.

“Kita ingin agar usaha kita tetap eksis, kendati di tengah penurunan daya beli konsumen,” ujar Handoko
Saat disambangi, lokasi bisnis yang sekaligus dijadikan lokasi produksi aneka roti tawar, bermacam rasa, ini sedang sepi karena bertepatan waktu jam makan siang pegawai.

Mengenakan pakaian santai berwarna kuning gading polos, Handoko mengungkapkan kondisi penjualan bisnis roti yang cenderung lesu sejak beberapa bulan belakangan. Melemahnya kemampuan minat beli, tidak hanya dirasakan pada bisnis produksi roti miliknya semata, tetapi juga dikeluhkan para kompetitornya. “Sejak krisis memang permintaan terasa turun yakni sekitar 25%. Ini terjadi pada penjualan langsung ke toko.


Kondisi ini otomatis berdampak pada omzetlah,” tutur Pria 1 orang putra ini.
Tantangan semakin kuat, tatkala harga bahan baku kue mulai merangkak naik seiring pergerakan harga komoditi dunia seperti gandum, bahan asal terigu. Kenaikan harga bahan baku yang paling tajam terjadi pada komoditi gula pasir putih dari Rp 350 ribu naik Rp 410 ribu/zak.

Selain itu, tepung terigu naik dari Rp 168 ribu menjadi Rp 175 ribu/zak. Harga kotak, meski turut naik sekitar Rp 25/bungkus, namun masih bisa ditolerir.
Handoko bersama istrinya, harus “putar otak” menjaga produksi tetap stabil. Pesanan roti pun digenjot. Promosi ditingkatkan bahkan hingga di kalangan relasi dan saudara. Bahkan, keputusan tetap memberlakukan harga lama sejumlah besar produk pun diambil walau risiko margin semakin menipis.

“Pemesanan roti cukup bagus akhir-akhir ini. Bahkan, kita masih punya order roti lagi. Setidaknya, sepinya penjualan di toko bisa ditutupi dengan peningkatan order roti,” tukasnya.

Handoko berniat mengembangkan jaringan usaha ”Roti handoko” hingga ke luar Probolinggo. Bahkan tapi ia masih ragu alasan ingin menjaga mutu produk dan masih kurangnya sumber daya manusia (SDM).

Posted by Bromo Telecenter on 10.35. Filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

2 komentar for "Ketika Daya Beli menurun, Usaha Roti Handoko Berupaya Eksis"

  1. Untuk Bromo Telecenter.Tolong kami di kasih info untuk mengakses informasi dan ambil bagian di situs Bromo Telecenter atau bisakah kami dilibatkan dalam kegiatan Bromo Telecenter demi kemajuan usaha kami khususnya dan UKM pada umumnya.Trims

    dari UKM cuka herbal stamina 1001 ( cuka apel+rosella ) di Kabupaten Probolinggo

    stamina1001@gmail.com
    www.stamina1001.blogspot.com

  2. no anda brapa ... kalau ada kegiatan insya allah kami hub

Leave a reply

Blog Archive

Recently Commented

Recently Added